Dulu Srintil sangat percaya bahwa penghayatan versi ronggeng lebih unggul karena tiadanya tertib susila, sehingga wilayah penghayatannya adalah kelelakian secara umum, bukan kelelakian dalam diri seorang lelaki tertentu. Karenanya dulu Srintil yakin menjadi seorang ronggeng lebih terhormat daripada menjadi seorang perempuan somahan. —Ronggeng Dukuh Paruk Tahun 1960an di desa Dukuh Paruk. Srintil – gadis kencur yang belum sekali pun melihat pentas ronggeng, tiba-tiba menembang dan menari dengan begitu gemulai, erotis dan sensual. Penduduk desa itu percaya Srintil telah dirasuki roh indang ronggeng, wangsit yang dimuliakan di dunia peronggengan. Srintil tak ayal didapuk menjadi ronggeng Dukuh Paruk. Ronggeng adalah seorang penari dan penembang tradisional yang tidak hanya menarik bayaran tinggi untuk pentasnya, tapi juga untuk jasa seksualnya. Ronggeng adalah milik semua orang, dan ini jugalah yang kemudian menimbulkan keretakan hubungan Srintil dengan kawan laki-laki sepermainannya...